Aku mengingatmu, seperti aku mengingat keindahan fajar, yang selalu aku sambut dengan rasa takjub. Tidak pernah bosan aku dengan perasaan itu, ia menggelegak, mendidih, dan selalu menghangatkan aku, seperti secangkir teh hangat racikan sahabatku. Perasaan ini, sungguh, tidak pernah membosankan. Jika kamu mau tahu.

Aku mengabadikanmu, seperti ketika aku mengabadikan langit terbit. Antara biru bersih, jingga menyala, dan putih terang. Terlalu indah untuk diacuhkan. Terlalu spesial untuk tidak dijaga dengan khusus. Gambar-gambar itu, aku dedikasikan untukmu. Jika kamu mau tahu.

Aku menyukaimu, entah seperti apa lagi. Ketika embun mulai turun, dini hari mulai sepi, ayam-ayam masih tertidur pulas, ketika itu akulah yang pertama kali akan mengadu tentang rasa suka ini kepada Tuhan. Aku katakan, “Tuhan yang di dalam genggamanMU-lah jiwaku dan jiwanya, dia tahu atau tidak, dia merasa atau tidak, aku ingin menghadap kepadaMU bersama-sama dengan dia di sampingku”. Jika kamu mau tahu.

Seringkali aku sambut petang sendiri, bukan karena aku galau karena telah menyukaimu. Hanya aku ingin melewatinya secara khusus, dengan senandung-senandung harapan yang tak putus, semoga kamu tidak demam, semoga kamu tidak perlu lagi diinfus. Lalu kembali nafas-nafasmu menghembus halus, sesuai irama yang kau mainkan bersama ayat-ayat kudus. Jika kamu mau tahu.

Lebih jauh lagi, aku ingin menuliskan ini untukmu. Bahwa bersama hujan terakhir, aku mengenangmu sebagai bunga terbaik. Jika kamu mau tahu.